SIARAN PERS PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU ) KOMISI X DPR RI
Pendidikan kedokteran saat ini sangat mahal , baik itu di pendidikan dokter apalagi pendidikan dokter spesialis . Bahkan dalam beberapa tahun terakhir uang pangkal atau uang gedung bisa mencapai ratusan juta rupiah. Proses pendidikan kedokteran yang sangat berat dengan kualitas fakultas kedokteran yang bermacam-macam termasuk juga masih banyaknya yang masih terakreditasi C membawa implikasi kepada lulusan-lulusan dokter yang kualitasnya berbeda-beda. Proses ujian kompetensi dokter (UKDI/UKMPPD) yang kadang juga membutuhkan waktu yang lama untuk dapat lulus , ditambah dengan program internship yang harus dijalankan wajib selama 1 tahun. Apalagi kalau kemudian dilanjutkan dengan pendidikan lagi sebagai Dokter Layanan Primer (DLP ) .
Ketersediaan dokter saat ini di layanan primer sangat dibutuhkan Saat ini banyak di pelayanan kesehatan primer yang tidak ada dokternya dan banyak daerah yang tidak ada pelayanan kesehatan atau jauh dari pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi , diantaranya adalah faktor biaya pendidikan yang sangat mahal dan tidak ada peran Negara pada saat pendidikan kedokteran jika memang tenaga dokter dianggap sebagai “TENAGA STRATEGIS” oleh Negara .
Munculnya UU No 20 TAHUN 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran saai itu diharapkan dapat mereduksi problematikan pendidikan kedokteran diatas , tetapi kenyataanya masih memunculkan permasalahan besar yang dapat memicu “konflik horizontal” di tingkat pelayanan primer . Munculnya satu kelompok baru yaitu Dokter Layanan Primer (DLP) yang setara spesialis tetapi bekerja di pelayanan primer bersama dokter umum dan dokter keluarga yang dapat memicu terjadinya tumpang tindih pelayanan kesehatan dan akhirnya dapat mengganggu proses peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia .
Peluncuran Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer ini menjadikan masa pendidikan dokter menjadi panjang, memakan biaya yang sangat besar dan merupakan pemborosan anggaran pendidikan Negara karena biaya pendidikan ditanggung negara, juga jauh menyimpang dari NAWACITA. Masalah lain ini juga tidak relevan karena:Peluncuran Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer ini menjadikan masa pendidikan dokter menjadi panjang, memakan biaya yang sangat besar dan merupakan pemborosan anggaran pendidikan Negara karena biaya pendidikan ditanggung negara, juga jauh menyimpang dari NAWACITA. Masalah lain ini juga tidak relevan karena:
Pendidikan kedokteran saat ini sangat mahal , baik itu di pendidikan dokter apalagi pendidikan dokter spesialis . Bahkan dalam beberapa tahun terakhir uang pangkal atau uang gedung bisa mencapai ratusan juta rupiah. Proses pendidikan kedokteran yang sangat berat dengan kualitas fakultas kedokteran yang bermacam-macam termasuk juga masih banyaknya yang masih terakreditasi C membawa implikasi kepada lulusan-lulusan dokter yang kualitasnya berbeda-beda. Proses ujian kompetensi dokter (UKDI/UKMPPD) yang kadang juga membutuhkan waktu yang lama untuk dapat lulus , ditambah dengan program internship yang harus dijalankan wajib selama 1 tahun. Apalagi kalau kemudian dilanjutkan dengan pendidikan lagi sebagai Dokter Layanan Primer (DLP ) .
Ketersediaan dokter saat ini di layanan primer sangat dibutuhkan Saat ini banyak di pelayanan kesehatan primer yang tidak ada dokternya dan banyak daerah yang tidak ada pelayanan kesehatan atau jauh dari pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi , diantaranya adalah faktor biaya pendidikan yang sangat mahal dan tidak ada peran Negara pada saat pendidikan kedokteran jika memang tenaga dokter dianggap sebagai “TENAGA STRATEGIS” oleh Negara .
Munculnya UU No 20 TAHUN 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran saai itu diharapkan dapat mereduksi problematikan pendidikan kedokteran diatas , tetapi kenyataanya masih memunculkan permasalahan besar yang dapat memicu “konflik horizontal” di tingkat pelayanan primer . Munculnya satu kelompok baru yaitu Dokter Layanan Primer (DLP) yang setara spesialis tetapi bekerja di pelayanan primer bersama dokter umum dan dokter keluarga yang dapat memicu terjadinya tumpang tindih pelayanan kesehatan dan akhirnya dapat mengganggu proses peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia .
Peluncuran Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer ini menjadikan masa pendidikan dokter menjadi panjang, memakan biaya yang sangat besar dan merupakan pemborosan anggaran pendidikan Negara karena biaya pendidikan ditanggung negara, juga jauh menyimpang dari NAWACITA. Masalah lain ini juga tidak relevan karena:Peluncuran Program Pendidikan Spesialis Layanan Primer ini menjadikan masa pendidikan dokter menjadi panjang, memakan biaya yang sangat besar dan merupakan pemborosan anggaran pendidikan Negara karena biaya pendidikan ditanggung negara, juga jauh menyimpang dari NAWACITA. Masalah lain ini juga tidak relevan karena:
1. Bertentangan dengan UU Republik Indonesia No 29 TAHUN 2004 Tentang Praktik Kedokteran pasal 1 ayat 2.
2. Tidak ada kompetensi medis dan keilmuan yang baru sehingga bisa diperkuat di pendidikan kedokteran dasar ( BME / Basic Medical Education ) atau melalui Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB) seperti yang diamanahkan dalam UU Praktek Kedokteran.
3. Masa pendidikan dokter yang akan praktek di layanan primer menjadi panjang dan mengusur keberadaan dokter umum di Puskesmas dan dokter keluarga
4. Akan dapat memicu terjadinya proses obral gelar dengan paket recognisinya, dan pendidikan transisinya membuat tidak bermutunya pendidikan dokter. Dengan kata lain program DLP menafikkan peran institusi pendidikan kedokteran / fakultas kedokteran yang sudah bersusah payah menghasilkan lulusan terbaiknya menjadi dokter.
4. Akan dapat memicu terjadinya proses obral gelar dengan paket recognisinya, dan pendidikan transisinya membuat tidak bermutunya pendidikan dokter. Dengan kata lain program DLP menafikkan peran institusi pendidikan kedokteran / fakultas kedokteran yang sudah bersusah payah menghasilkan lulusan terbaiknya menjadi dokter.
Menyikapi beberapa permasalahan ini, maka:
Kami Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mendukung penuh usaha pemerintah untuk perbaikan Dokter di pelayanan primer tetapi MENOLAK pendidikan spesialis layanan primer dan meminta Pemerintah untuk merevisi UU NO 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran terkait dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan pendidikan Dokter Layanan primer yang tidak relevan dengan beberapa UU sebelumnya dan dalam pelaksanaannya nanti akan memperpanjang masa pendidikan dokter, dan dapat menimbulkan “konflik horizontal “ di pelayanan kesehatan tingkat primer .
Kami meminta Pemerintah memfokuskan anggaran pada perbaikan pendidikan dokter yang pro rakyat dan meminta agar alokasi dana program spesialis DLP dalihkan untuk :
1. Beasiswa putra daerah untuk sekolah dokter agar nantinya dapat kembali dan membangun daerahnya di bidang kesehatan
2. Perbaikan kurikulum pendidikan dokter yang dapat meluluskan dokter dengan standar kerja seperti yang di butuhkan di pelayanan primer.
3. Kebutuhan pendidikan yang Pemerintah merasa perlu untuk seorang dokter di layanan primer dalam waktu dekat dan segera dapat di masukan pada Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran berkelanjutan (PPKB) terstruktur agar kompetensi dapat tercapai, tidak buang anggaran, dan semua dokter bisa mengikutinya dengan mudah.
Jakarta, 30 Mei 2016
Ketua Umum PB IDI
Prof . Dr. Ilham Oetama Marsis SpOG
Komentar
Posting Komentar